“Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan.”
(QS.
Al-Qalam [68]: 1)
“Ternyata, pengertian opini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Ketiga terbitan Balai Pustaka Tahun 2002 sangat singkat, yakni pendapat, pikiran, pendirian. Setelah membaca pengertian itu saya berpikir. Kalau pengertian opini sesederhana itu, mengapa banyak di antara kita kesulitan ketika akan menulis sebuah opini?”
(Yopi
Nopriansyah, Pemimpin Redaksi Lampung
Post)
Selamat
datang mahasiswa budiman. Blog dan tulisan berikut saya dedikasikan
khusus bagi Anda. Terutama Anda yang mengambil mata kuliah Penulisan Artikel
(3 sks) di semester gasal 2013/2014 ini. Selamat datang mahasiswa
Jurusan KPI! Semoga Anda mampu memetik hikmah, mengambil pelajaran, pula
bagi saya menjadi penanda goresan tinta.
Baiklah
akan kita mulai saja. Santai, rileks, tenangkan pikiran, baca dengan
jernih, tak usah tergesa. Nikmati saja... Anggap saja blog ini sebagai
sapa saya kepada Anda.... Are u ready? Yuk...bismillah.....
***
Banyak
di antara
kita yang pasti lihai menulis. Sejak sekolah dulu, misalnya, kita
terbiasa
menulis pelajaran, lalu lanjut kuliah. Bagi mahasiswa S1 ada tugas
menyelesaikan skripsi, lalu dilanjut tesis, dan disertasi untuk S3.
Banyak di antaranya yang dengan mudah menaklukkan tugas-tigas tadi.
Namun, khusus untuk menulis artikel populer di media massa, ternyata
tidak semua orang piawai melakukannya. Bahkan pernah ada seorang guru
besar
mengaku sulitnya minta ampun menulis artikel opini di media massa.
Pertanyaannya, bagaimana cara jitu menelurkan gagasan, lalu menghasilkan
tulisan dengan harapan menembus koran?
Sebelum kita beranjak lebih jauh, ada baiknya kita mulai dengan satu pertanyaan penting: mengapa harus MENEMBUS KORAN?
Ø
GAGASAN PRODUKTIF
Ide,
pikiran, pendapat, dan gagasan kita tak hanya berada di kepala, namun tersebar
luas kepada khalayak. Bahkan lebih masif daripada hanya berpidato dalam
ruangan. Ketika Anda berceramah dalam ruangan, maka yang mendengar hanya
sebatas mereka yang hadir. Tentu ini akan sangat berbeda ketika Anda menulis di
koran.
Ø
KEPUASAN BATIN
Saya
teramat yakin, saat Anda membaca koran dan melihat nama Anda tertera sebagai
penulis opini maka ada sebuah kenikmatan panjang berupa kepuasan batin yang
Anda rasakan. Dan ini sangat mahal harganya, tak terbilang nominal berapa pun
juga.
Ø
NAMA DIKENAL
Dengan
menulis di media massa, niscaya akan banyak orang mengenal Anda. Atau
setidaknya cukup familiar dengan nama Anda. Berdasarkan sebuah survei yang
dirilis Majalah Qalam, ternyata Pikiran
Rakyat memiliki pembaca fanatik sebanyak 72,7 persen dari total penduduk
Bandung yang berjumlah 2,4 juta jiwa. Lalu, jika Anda berhasil menulis di PR, berapa jumlah orang yang membaca
tulisan Anda?
Atau SKH Kedaulatan Rakyat--yang menurut AC Nielsen Media Research--dibaca
oleh sedikitnya 600 ribu orang. Andai 5 persen saja, saya ulangi, 5
persen saja baca tulisan Anda yang terpacak di Kedaulatan Rakyat,
berarti ada 30 ribu orang yang menikmati tulisan Anda. Jumlah ini setara
dengan membludaknya penononton di Stadion Mandala Krida. Nah...
Ø
BEKERJA UNTUK
KEABADIAN
Umur
tulisan kita justru lebih panjang ketimbang umur kita sendiri. Banyak tokoh
yang telah lama wafat, namun namanya tetap abadi dikenang berkat beragam
tulisannya: entah itu artikel di koran, buku, dan seterusnya.
Ø
MEMBERIKAN
INFORMASI BARU KEPADA MASYARAKAT
Kadang,
artikel opini justru memberikan pemahaman atau perspektif baru bagi masyarakat
atas sebuah wacana yang sedang berkembang. Dan ini tentu sangat menarik karena
kian beragam sodoran analisis sebuah wacana, maka informasi bagi masyarakat
semakin terbuka luas.
Ø
DAPAT BONUS
BERUPA HONOR
Barangkali
bonus berupa honor ini boleh disebut masih minim. Menulis opini di KR, Anda akan diganjar Rp 250 ribu. Di PR, kita akan memperoleh Rp
275 ribu. Akan kian menanjak kalau kita dapat menembus koran Ibukota. Menulis
di Kompas, sebagai contoh, kita dapat
mengantongi Rp 750 ribu-Rp 1 juta; Republika
Rp 500 ribu; Suara Pembaruan Rp 1
juta; Jawa Pos (Surabaya) Rp 700
ribu, dan sebagainya.
Mungkin honor ini tak sebanding dengan biaya riset yang kita lakukan atau juga masih banyak proyek lain dengan nilai rupiah yang lebih besar. Namun, sekali lagi, dengan menulis di koran berarti Anda telah memasarkan diri Anda. Dan itu sangat mahal harganya: mendapat undangan dari Pemda, instansi swasta, perusahaan, dan lain-lain bahkan alhamdulillah, sebelum lulus S1 saya telah digadang-gadang untuk mengajar Penulisan Artikel kepada adik-adik kelas....
Mungkin honor ini tak sebanding dengan biaya riset yang kita lakukan atau juga masih banyak proyek lain dengan nilai rupiah yang lebih besar. Namun, sekali lagi, dengan menulis di koran berarti Anda telah memasarkan diri Anda. Dan itu sangat mahal harganya: mendapat undangan dari Pemda, instansi swasta, perusahaan, dan lain-lain bahkan alhamdulillah, sebelum lulus S1 saya telah digadang-gadang untuk mengajar Penulisan Artikel kepada adik-adik kelas....
Alhamdulillah,
berbagai kenikmatan hidup yang kini saya rasakan, semuanya bermuara
dari menulis. Lalu bagaimana trik-trik jitu untuk menulis? Nantikan
postingan selanjutnya... Atau bolehlah Anda tanyakan saat berada di
kelas. Terima kasih dan salam hangat untuk Anda semua...
Sukonandi 8
Wed, 28 August 2013
No comments:
Post a Comment